Rabu, 12 Mei 2021

PEMIMPIN YANG MELAYANI ATAU PELAYAN YANG MEMIMPIN?

 

Nilai dasar seseorang atau personal values adalah prinsip atau standar perilaku dirinya, penilaiannya tentang apa yang penting dalam hidup. Masalahnya, banyak orang tak pernah menyediakan waktu untuk merenungkan, apalagi menetapkan apa yang sebenarnya mereka percayai dan keyakinan apa yang mereka pegang. Mereka tak menyadari sepenuhnya nilai-nilai yang mereka anut. Bukannya menetapkan sistem nilai sendiri, mereka justru bertindak terutama berdasarkan sudut pandang dan perasaan orang lain.

Tak heran jika zaman sekarang sebagian besar orang melepaskan nilai-nilainya karena ingin orang lain menyukainya atau karena takut ditolak. Dengan dalih hidup damai, kita tak ingin membuat marah siapa pun, kita tak ingin mengorbankan apa pun seperti waktu, uang, atau kesenangan sehingga kita menerima situasi dan kebijakan yang sebenarnya tidak kita setujui. Kita hanya mengeluh, namun tak berbuat apa-apa. Akibatnya, kita tak mengubah apa-apa dan kehadiran kita menjadi tak berguna.

Pemimpin sejati memiliki nilai dan prinsip pribadi. Mereka mempertahankan, menegakkan, dan mewujudkan nilai dan prinsip tersebut, bahkan sampai mati. Sayangnya, banyak diantara kita bahkan tak bersedia bangun lebih pagi untuk mengejar sesuatu, apalagi harus mati untuk sesuatu itu. 

Tak mengherankan jika sangat jarang kita menemukan pemimpin sejati yang berhasil mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Semua dimulai dari nilai dan prinsip hidup. Salah satu prinsip yang perlu dimiliki seseorang pemimpin adalah kerendahan hati.

Pemimpin yang melayani atau pelayan yang memimpin merupakan kebutuhan dunia bisnis. Tantangannya adalah pengosongan diri dan kerendahan hati karena hal itu terasa melawan natur dosa kita yang lebih suka mencari nama besar dan keuntungan diri sendiri (self-centered).

Myles Munroe di buku Spirit of Leadership (2004) menyatakan bahwa servant leadership is about serving in the area of gifting. Setiap orang diciptakan Tuhan untuk memperbarui sesuatu. Untuk menggenapi panggilan itu, Tuhan memberikan bakat atau potensi kepada setiap orang. Ketika seseorang menggunakan bakatnya dan mewujudkan panggilan hidupnya, ia menjadi pemimpin-pelayan (servant leader). Untuk menjadi pelayan, ia harus memulai dari ke rendahan hati (humility).

Lebih jauh, Sen Senjaya memaparkan istilah voluntary subordination sebagai salah satu jawaban terhadap kesalahpahaman tersebut. Kata kuncinya adalah "sukarela" yang menunjukkan bahwa pemimpin melayani karena mereka ingin, bukan karena harus.

Selaian Kerendahan Hati, prinsip yang perlu dipegang lelah seorang pemimpin adalah Keberanian. Dalam The Courageous Leader, Angela Sebaly menjelaskan definisi keberanian (courage) sebagai apa yang membuat seseorang bertindak dalam menghadapi masa-masa sulit. Masa sulit dimengerti sebagai situasi dan orang-orang yang menyebabkan kita mengalami ketidaknyamanan atau rasa sakit.

Jadi, pertanyaan untuk setiap pemimpin adalah "Apakah Anda bersedia untuk bertindak jika menghadapi ketidaknyamanan atau rasa sakit?" Ini bukan berarti bahwa pemberani mendapatkan kesenangan dari rasa sakit namun mereka bersedia menerima rasa sakit sebagai bagian dari proses kepemimpinan.

Dengan kata lain, keberanian bukanlah tidak adanya rasa takut melainkan kesadaran bahwa ada hal lain yang jauh lebih penting. Rasa takut sendiri adalah sesuatu yang normal dan manusiawi, Para psikolog percaya bahwa setiap manusia normal pasti sekali waktu mengalami proses fisiologi, yakni mekanisme hormonal yang sangat normal, yang menimbulkan perasaan takut.

Takut adalah bagian dari emosi kita. Memiliki perasaan takut tak selalu salah. Pada situasi tertentu, rasa takut justru berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai contoh, karena takut anaknya jatuh dan tenggelam, seorang ibu tidak membiarkan anaknya bermain di pinggir kolam renang tanpa dijaga. 

Karena takut kehilangan pekerjaan, sebagian dari kita memaksa diri untuk bekerja hingga larut malam. Untuk menghindari neraka, sejumlah orang berusaha menjauhi kejahatan atau perbuatan dosa, walaupun surga tidak didapat karena perbuatan baik manusia, melainkan anugerah Tuhan sepenuhnya.

Setiap pemimpin harus belajar mengelola rasa takut. Sejarah telah menunjukkan bagaimana para pemimpin besar berjuang dengan penuh keberanian. Tanpa keberanian, tak ada pembaharuan. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang sedang bergulir belum dilihat oleh banyak orang sehingga menimbulkan keraguan, bahkan per tentangan.

Sumber:
Judul Buku: I'M A LEADER - DRIVE CHANGE AND IMPROVE PERFORMANCE
Penulis: ELOY ZALUKHU dan ANDY ISKANDAR
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Kota penerbit: Jakarta
Tahun terbit: 2017



Tidak ada komentar:

Posting Komentar